KLIK SINI



Bakers1171 - Homemade & Halal


Saturday, June 5, 2010

MEMBELANJAKAN HARTA DI JALAN ALLAH SWT

Membelanjakan harta di jalan Allah SWT (kita kenal istilah, fisabilillah) adalah satu dari ciri-ciri utama orang-orang mukmin sejati. Dalam hal ini, Allah SWT tidak sekedar memerintahkan melainkan juga memberi motivasi begitu indah, agar kita tergerak untuk melaksanakannya. Sebagai contoh motivasi yang diberikan, salah satunya terdapat didalam Surat Al-Baqarah Ayat 265.
Perumpamaan mereka yang membelanjakan hartanya demi mendapat ridha Allah dan meneguhkan (keimanan) jiwanya adalah bagaikan sebidang kebun ditempat yang tinggi. Ketika ditimpa hujan lebat maka hasil buahnya duakali lipat banyaknya. Jika hujan lebat tidak turun maka hujan gerimispun telah mencukupi. Dan Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

Berbicara soal membelanjakan harta fisabilillah tampaknya mudah. Namun demikian, diperlukan kemauan yang cukup kuat untuk melakukannya. Maka dari itu, membelanjakan/menafkahkan (ber-infaq) harta di jalan-Nya dapat memperkuat jiwa dan akhlaq orang yang melakukannya. Lebih jauh lagi, sekecil apapun infaq yang disisihkan dengan penuh ikhlas sudahlah mencukupi untuk meraih ganjaran/balasan yang besar dari Allah SWT.

Dorongan atau motivasi yang diberikan dengan cara lain oleh Allah SWT kepada kita, terdapat didalam Surat Al-Hadid Ayat 7,

Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan infaqkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan berinfaq, bagi mereka itu ada ganjaran yang besar.

Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan kepada kita bahwa apapun yang kita miliki, sebelumnya telah pernah dimiliki oleh orang lain. Begitu pula nantinya apa yang kita miliki akan berpindah kedalam kepemilikan orang lain. Begitulah, kita adalah pengelola sementara atas harta itu, dengan kata lain peran kita hanyalah sebagai pemegang amanat. Maka dari itu, kita tidak perlu ragu-ragu dalam membelanjakan sebagian harta yang mana sifat kepemilikan kita atasnya hanyalah sementara. Selanjutnya, dengan ayat ini menjadi jelaslah bagi kita bahwa hanya mereka yang beriman dan menafkahkan hartanya di Jalan Allah SWT sajalah yang kelak akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah SWT. Adapun bagi orang-orang yang tidak beriman, yang membelanjakan hartanya untuk keperluan sosial, kelak di Hari Pembalasan tidak ada balasan baginya atas kebajikan yang telah ia lakukan itu, walaupun di dunia ini beberapa bentuk penghargaan bisa saja diperolehnya.

Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Hadid Ayat 10,

Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah? Padahal Allah-lah yang mempusakai (memiliki) langit dan bumi.

Pada ayat ini juga terkandung petunjuk dan dorongan untuk membelanjakan sebagian harta di jalan Allah SWT. Dorongan itu berupa ajakan untuk merenungi, adakah diantara kita yang memiliki sebagian dari langit? Tentu tidak! Sesungguhnya hanya kepunyaan Allah SWT sajalah seluruh langit itu. Demikian pula dengan apa saja yang di bumi ini semuanya milik Allah SWT, walaupun seringkali kita terbiasa salah-ucap mengatakan, “ mobil saya, rumah saya, ataupun, ini balai pengobatan saya.” Maka dengan firman-Nya yang merangkai kata langit dan bumi, Allah SWT menerangkan kepada kita bahwa, sebagaimana halnya apapun yang di langit adalah milik-Nya demikian pulalah dengan apa-apa yang ada di bumi juga milik Allah SWT. Maka tak perlu kita ada keengganan untuk menafkahkan di jalan Allah SWT, harta yang sejatinya adalah milik Allah SWT. Maka dari itu Allah SWT pun mengundang kita didalam Surat Al-Hadid Ayat 11,

Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak.

Apakah yang dimaksud dengan pahala/ganjaran yang besar atau pahala yang banyak? Ini dapat secara baik kita pahami dengan menilik Ayat ke-36 dari Surat An-Naba berikut ini.

Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.

Ganjaran Surga jauh melampaui balasan yang patut kita terima atas perbuatan baik yang telah kita lakukan. Jadi, sebagai tambahan dari balasan itu, Allah SWT juga memberikan hadiah yang cukup banyak. Besarnya hadiah ini tergantung kepada keikhlasan dan niatan perbuatan kebajikannya. Itulah yang disebut oleh Allah SWT sebagai pahala yang banyak atau pahala yang besar di berbagai ayat didalam Al-Qur’an. Demikianlah kita akan memperoleh balasan dari Allah SWT, atas harta yang kita pergunakan fisabilillah sesuai dengan niat dan kadar keikhlasan kita pada saat melakukannya.

Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seseorang memiliki satu lembah emas, ia takkan pernah merasa puas. Ia akan menginginkan satu lagi lembah penuh emas untuk dimilikinya. Padahal sesungguhnya hanya debu-kuburlah yang bisa memenuhi/memuaskan mulut seseorang.” (Bukhari)

Ubai bin Ka’ab mengatakan bahwa hadits ini begitu sering dibaca-ulang, sampai-sampai kami menyangka itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an sehingga Allah SWT mewahyukan Surat At-Takatsur Ayat 1~8.

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin (yakin sebab melihat sendiri), kemudian kamupun pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW menyampaikan sabda beliau kepada para sahabat, “Dapatkah kamu membaca seribu (1000) ayat Al-Qur’an setiap hari?.” Para sahabat pun berkata, “Siapakah dari kita yang sanggup melakukannya!?.” Rasulullah pun bersabda, “Adakah kamu tak dapat membaca Surat At-Takatsur.” (Al Hakim dan Al Baihaqi)

Dengan demikian berarti bahwa kandungan pesan didalam Surat At-Takatsur itu setara dengan seribu ayat. Adalah kenyataan bahwa kelemahan manusia itu adalah menumpuk-numpuk dan terus menambah harta dalam genggamannya hingga maut menjemput. Sungguhpun demikian, ada kewajiban orang beriman untuk membayar zakat (maal) sebesar 2.5 % (dua setengah persen) dari hartanya. Perlu diingat juga bahwa Allah SWT sering kali menyebutkan perintah Zakat langsung mengikuti perintah Shalat didalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, Tidak diterima Allah SWT shalat seseorang sehingga ia bayarkan kewajiban zakatnya. Khalifah Abu Bakar RA adalah sahabat yang terbaik pemahamannya dalam hal zakat. Beliau menugaskan pasukan untuk memerangi mereka-mereka yang menolak membayar zakat walaupun mereka itu masih mengerjakan shalat dan menunaikan puasa.

Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Muzammil Ayat 20:

Dan dirikanlah solat dan bayarlah zakat, dan pinjamkanlah kepada Allah pinjaman yang baik.

Pada ayat ini, Selain memerintahkan kita untuk membayar zakat, Allah SWT juga menganjurkan kita untuk dengan ikhlas menambah lagi belanja kita di Jalan Allah SWT. Ciri-ciri orang yang sungguh-sungguh mukmin banyak disebutkan di berbagai ayat didalam Al-Qur’an. Misalnya, didalam Surat Adz-Dzariat Ayat 17~19 Allah SWT berfirman,

Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam; Dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan yang tidak mendapat bagian (tidak meminta).

Begitupun didalam Surat Al-Ma’arij Ayat 24, 25; Allah SWT berfirman:

Dan orang-orang yang didalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)

" Bagian tertentu" yang dimaksud didalam ayat ini adalah bagian yang telah ditetapkan untuk sepanjang masa oleh Allah SWT dalam bentuk zakat yakni sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari harta kekayaannya. Tersebut pula didalam firman Allah SWT Surat Al-Insaan Ayat 8 & 9,

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberikan makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

Terkadang kita heran, mengapa Allah SWT menakdirkan Nabi Muhammad SAW terlahir dalam keadaan yatim. Tentunya hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui secara sempurna tentang hal ini. Mungkin saja, salah satu alasan adalah Allah SWT berkehendak menanamkan di masa kecil Rasulullah SAW bagaimana rasanya hidup sebagai anak yatim, karena ini merupakan latihan penting bagi beliau yang dikemudian harinya diangkat oleh Allah SWT sebagai Rahmatan lil ‘Alamin (sebagai rahmat bagi alam semesta).

Bimbingan dan Petunjuk Allah SWT berpengaruh amat seketika terhadap para sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Sebagai contoh, perhatikanlah firman Allah didalam Ayat ke 92 dari Surat Ali ‘Imran berikut ini.

Tidaklah sekali-kali kamu sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.

Begitu mendengar turunnya ayat ini, Abu Thalhah RA bergegas mendatangi Rasulullah SAW untuk menyerahkan kebunnya yang terbaik, disumbangkan untuk kepentingan Sabilillah. Begitu pula dengan Zaid bin Haritsah RA, ia segera menyerahkan kuda terbaik yang dimilikinya.

Saya berdo’a semoga Allah SWT memberikan kemampuan kepada kita untuk membayar Zakat dan mengeluarkan sedekah secara tulus-ikhlas dan teratur dari waktu ke waktu. Amiin.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...